Ditulis
oleh: Al-Faaqihuuz Zaman (ahli fiqih abad ini) Syaikh Muhammad bin
Shalih al-‘Utsaimin1
rahimahullah
rahimahullah
بسم الله الرحمن الرحيم
Shalat
adalah rukun kedua dari
rangkaian lima rukun-rukun Islam, dan shalat adalah rukun yang paling
ditekankan setelah dua kalimat syahadat.
Shalat
adalah washilah (media) antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
telah bersabda,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى يُنَاجِي رَبَّهُ…
“Sesungguhnya
apabila seorang hamba mengerjakan shalat, maka ia sedang bermunajat kepada
Rabb-nya…”2
Dan Allah
berfirman dalam hadits Qudsi:
قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى
نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى
عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى
عَلَىَّ عَبْدِى. وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى – وَقَالَ مَرَّةً
فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى – فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا
بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ
الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ
“Aku
membagi ash-Shalat (surat Al-Fatihah) antara Diri-Ku dan diri hamba-Ku menjadi
dua bagian, dan bagi hamba-Ku adalah apa yang dipintanya. Apabila hamba
tersebut membaca, ‘Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam,’ maka Allah
Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ Jika ia mengucapkan, ‘Yang Maha
Pemurah, lagi Maha Penyayang,’ maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memujiku.’
Jika ia mengucapkan, ‘Yang Menguasai hari Pembalasan,’ maka Allah berfirman,
‘Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.’ Jika ia mengucapkan, ‘Hanya kepada-Nya kami
menyembah, dan hanya kepada-Nya kami memohon,’ maka Allah berfirman, ‘Inilah
bagian bagi Diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku dalah apa yang dia minta.’
Dan jika ia mengucpakan, ‘Berilah petunjuk kepda kami atas jalan yang lurus,
yaitu jalan yang telah Engkau beri kenikmatan bagi yang mengikutinya, bukan
jalan-jalan yang Engkau murkai dan bukan pula yang Kau sesatkan,’ maka Allah
berfirman, ‘Ini hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”’3
Shalat
adalah latihan atas
beragam bentuk peribadahan dalam serangkaian ritual shalat (yang tersusun) dari
setiap pasangan yang indah. Takbir yang dengannya ibadah shalat dibuka, berdiri
yang di dalamnya kalamullah (Al-Qur’an) dibacakan oleh para pelaku shalat,
ruku’ yang di dalamnya Rabb diagungkan, berdiri dari ruku’(i’tidal) yang
dipenuhi dengan pujian kepada Allah, sujud yang padanya Allah Ta’ala disucikan
dengan ke-Mahatinggian-Nya, hadirnya sepenuh hati padanya do’a, lalu duduk untuk
memohon dan memuliakan, serta diakhiri dengan salam.
Shalat
adalah permohonan atas
perkara-perkara yang penting dan pencegahan dari perbuatan-perbuatan keji dan
munkar. Allah Ta’ala berfirman:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
“Dan
mohonlah kalian dengan kesabaran dan shalat.” (QS. Al-Baqarah: 45).
Juga
firman-Nya:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ
الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
“Raihlah
apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari Al-Kitab dan tegakkanlah shalat.
Sesungguhnya shalat melarang dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar.”
(QS. Al-Ankabuut: 45).
Shalat
adalah cahaya di dalam
hati-hati kaum Mukminin dan yang melapangkan (dada-dada) mereka. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
الصَّلَاةُ نُوْرٌ.
“Shalat
adalah cahaya.”4
Juga sabda
beliau:
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا
وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Barangsiapa
yang menjaga shalat, dijadikan baginya cahaya, petunjuk dan keselamatan di hari
kiamat.”5
Shalat
adalah kebahagiaan jiwa
kaum Mukminin dan keindahan pandangan-pandangan mereka. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Dijadikanlah indah dalam pandanganku ketika shalat.”6
Shalat
adalah penyebab dihapuskannya kesalahan dan penolak beragam keburukan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda, “Bagaimana menurut kalian apabila ada sungai di depan pintu salah
seorang di antara kalian, lalu ia mandi lima kali sehari padanya. Masihkan
tertinggal kotoran walapun sedikit?” Para Sahabat menjawab, “Tidaklah ada
kotoran yang tertinggla sedikit pun.” Beliau melanjutkan, “Demikianlah
perumpamaan shalat yang lima waktu. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan
dengannya.”7
Juga sabda
beliau Shallallahu’alaihi Wasallam, “Shalat yang lima waktu dan
shalat Jumat hingga hari Jumat berikutnya sebagai penebus atas apa yang ada di
antaranya, selama tidak melakukan dosa-dosa besar.”8
Shalat
berjamaah lebih utama 70 derajat dari pada shalat sendirian. (Riwayat Ibnu
‘Umar dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam).
Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu mengatakan, “Barangsiapa ingin dimudahkan untuk bertemu dengan Allah
di kemudian hari dalam keadaan Muslim, maka hendaklah ia menjaga seluruh
shalat-shalat yang lima waktu dimana saja ada seruan adzan. Sesungguhnya Allah
Ta’ala mensyari’atkan bagi Nabi kalian sunnah-sunnah agama. Dan sesungguhnya
kesemuanya itu termasuk sunnah-sunnah agama. Maka sekiranya kalian mengerjakan
shalat-shalat tersebut di rumah-rumah kalian sebagaimana shalatnya orang yang
lalai di rumahnya, maka sungguh kalian telah meninggalkan Sunnah Nabi kalian.
Dan apabila kalian meninggalkan Sunnah Nabi kalian, maka sungguh kalian akan
sesat. Tidaklah seorang laki-laki besuci(berwudhu’) dan membaguskan wudhu’nya,
kemudian ia berangkat ke masjid dari masjid-masjid yang ada ini, melainkan
Allah akan menuliskan (menetapkan) baginya satu kebaikan pada ayunan
langkahnya, dan mengangkat satu derajatnya, serta menghapuskan satu
kesalahan(dosa)nya. Sungguh kami telah melihat bahwa tiada seorang pun yang
meninggalkannya melainkan dia seorang munafiq yang telah jelas kemunafiqkannya.
Dan sungguh ada seseorang yang menunaikankannya dengan dipapah pada kedua
kakinya hingga ia berdiri pada barisannya.”9
Khusyu’
dalam shalat adalah
adanya kehadiran hati, dan penjagaan terhadapnya termasuk dari sebab-sebab
masuk surga. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
beuntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat(yang dipikulnya) dan janjinya,
dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”
(QS. Al-Mukminuun 1-11).
Ikhlas hanya
kepada Allah Ta’ala dalam shalat dan melaksanakannya sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam As-Sunnah merupakan dua syarat asasi bagi diterimanya
ibadah shalat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ
مَا نَوَى.
“Sesungguhnya
amal itu bergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang adalah apa yang
diniatkannya.”10
Juga
sebagaimana sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّى
“Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar