MAKALAH
(Agama 3)
FIQH
IBADAH DAN MUAMALAH
Dosen
Pengampu:
Sofyatun
Nahwiyah, M.A.
Judul:
“MUNAKAHAT”
(Pernikahan)
Disusun
Oleh:
RODIAH
150206008
Prodi
: Manajemen Informatika
Fakultas
: Teknik
YAYASAN
PERGURUAN TINGGI ISLAM KUANTAN SINGINGI
UNIVERSITAS
ISLAM KUANTAN SINGINGI
(UNIKS)
Jl.
Gatot Subroto KM.7 Kebun Nenas Jake – Teluk Kuantan
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Sesungguhnya segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita memuji-Nya, memohon
pertolongan dan ampunan-Nya. Dan kita berlindung kepada Allah dari jahatnya
nafsu dan jeleknya amalan. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah maka
tiada yang mampu menyesatkannya dan barangsiapa yang telah disesatkan-Nya maka
tiada yang mampu menunjukinya. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang benar untuk
diibadahi selain Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa
Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wasallam adalah hamba dan utusan-Nya.
Bersyukur kepada Allah SWT
karena dengan ridhonya semata Penulis dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah
Fiqh Ibadah dan Muamalah. Sebagai wujud dari pengabdian kami kepada Allah SWT sekaligus bentuk
realisasi dari tanggung jawab dan kewajiban Penulis selama mengikuti matakuliah ini
Allah SWT., menciptakan manusia dengan rasa saling tertarik kepada lawan jenis
dan saling membutuhkan, sehingga dengan itu dapat saling mengasihi dan
mencintai demi menuju kepada ketenangan dalam kehidupan hamba-hambaNya. Namun
semua itu memiliki proses yang telah diatur secara detail didalam Alquran dan
As sunnah, yaitu melalui PERNIKAHAN yang syar’i.
Pembahasan Penulis kali ini adalah “Munakahat”. Semoga makalah dapat digunakan untuk penyajian
diskusi dan untuk keperluan lainnya. Makalah ini diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh para mahasiswa/i sebagai materi dalam belajar atau sebagai
bahan bacaan untuk menambah wawasan yang telah ada, serta sebagai bahan untuk
penentuan nilai tugas oleh dosen pembimbing.
Jazakaallohu khoiron katsiron, kepada seluruh
pihak yang telah membantu, terutima mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT,
kepada kedua orang tua, teman-teman, dan semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan bantuannya dalam penyusunan makalah ini.
Sebagaimana manusia pada umumnya, tak lepas dari banyak kekurangan
dan kekhilafan. Oleh sebab itu,
penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga untuk
makalah yang selanjutnya penulis dapat membuat makalah yang lebih bagus dan
menarik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Allohuma
Aamiin…
Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh..
Teluk Kuantan, 18 Oktober
2016
Penulis,
Rodiah
MUNAKAHAT
(PERNIKAHAN)
A. Pendahuluan
1. Latar
Belakang Masalah
Pernikahan
merupakan masa yang di tunggu-tunggu oleh setiap manusia, karena bukan saja
menempatkan diri sebagai umat islam yang di akui rasuk-Nya namun juga menjadi
sesuatu yang dilarang menjadi di perbolehkan. Dalam pernikahan seseorang dapat
mengekspresikan perasaan terhadap orang yang dicintainya secara leluasa tanpa
khawatir dipermasalahkan orang lain atau aturan hukum, mendapat perlindungan,
persahabatn, mencapai cita-cita dalam susah dan gembira bersama, serta
melanjutkan keturunan.
Sebagaimana
telah diketahui bahwa pernikahan adalah penyatuan dua inddividu yaitu laki-laki
dan perempuan atas kesepakatan bersama sesuai dengan norma atau hukum yang
berlaku untuk menuju keluarga bahagia hingga akhir hayat. Namun demikian
seseorang ketika akan melaksanakan pernikahan tentu mempunyai beberapa
persyaratan khusus baik pada laki-laki maupun pada permpuan dan juga
ketentuan-ketentuan hukumnya.
Saya
menulis makalah ini karena untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqh Ibadah dan
Muamalah.
2. Rumusan
Masalah
a. Apa
itu munakahat?
b. Apakah
hukum melaksanakan munakahat?
c. Apa
sajakah rukun menikah?
d. Bagaimanakah
persiapan menuju pernikahan?
e. Apa
sajakah hikmah dari melaksanakan pernikahan?
B. Pembahasan
1. Pengertian
Munakahat (pernikahan)
Nikah
menurut bahasa: al-jam’u dan al-dhamu
yang artinya kumpul.[1][1] Pernikahan merupakan Sunnahtullah
yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan, karena menurut para sarjana Ilmu Alam mengatakan bahwa segala
sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasangan. Misalnya, air yang kita minum
(terdiri dari oksigen dan hydrogen), listrik (ada positif dan negatifnya) dan
lain-lain. Allah telah berfirman :
﴿ وَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
خَلَقْنا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾
“Dan
segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan
kebesaran Allah”. ( QS. Al-Dzariyat[51]:49 )
Sedangkan
nikah menurut istilah syari’at Islam
artinya akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang
tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan
kewajiban antara kedua insan.([2])
Pernikahan
merupakan perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan bagi umat Nabi Muhammad
saw. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Ar-Rum [30]:21 yang artinya :
“Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-interi dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.([3])
Sedangkan
Rasulullah saw. menyatakan bahwa, “Nikah
itu adalah sunahku, maka orang yang tidak mengamalkan sunahku, maka Ia tidak
termasuk umatku.”
Adapun
menurut UU Pernikahan No.1 Tahun 1994 bahwa “Pernikahan adalah ikatan lahir
batin antar seorang laki-lakidan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.([4])
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan atau perkawinan merupakan
suatu kegiatan hukum yang menimbulakan kegiatan hukum yang menimbulkn ikatan
lahir dan batin antara laki-laki dan perempuan sehingga dihalalkannya hubungan
atau ;pergaulan sebagai suami istri dalam rumah tangga menuju bahagia yang
berdasarkan atas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu,
pernikahan adalah perkara yang sangat dianjurakan oleh Allah swt. dan Rasul
Muhammad saw.
2. Dasar
Hukum Munakahat([5])
Perkawinan atau pernikahan dalam
Islam merupakan ajaran yang berdasar pada dalil-dalil naqli. Terlihat dalam
Al-Qur’an dan as-sunnah dan dinyatakan dalam bermacam-macam ungkapan. Ajaran
ini disyari’atkan mengingat kecenderungan manusia adalah mencintai lawan jenis
dan memang Allah menciptakan makhluknya secara berpasang-pasangan. Dasar-dasar
dalil naqli tersebut diantaranya :
a. Al-Qur’an
QS. Ar-Ra’d : 38
ولقد ارسلنا رسلا من قبلك وجعلنا لهم
ازواجا وذرّيّة
Artinya : “Dan sesungguhnya kami
telah mengutus para rasul sebelum kamu (Muhammad) dan kami memberikan kepada
mereka istri-istri dan keturuna”.
Pensyariatan pernikahan sudah ada
sejak umat sebelum nabi Muhammad saw Allah menjelaskan dalam ayat tersebut
bahwa rasul sebelum Muhammad telah diutus dan mereka diberi istri-istri dan
keturunan.
Dalam ayat lain Allah juga
menjelaskan tentang perintah menikahi wanita-wanita yang baik untuk dijadikan
pasangan hidupnya. Allah akan memberikan rizki kepada mereka yang melaksanakan
ajaran ini, dan ini merupakan jaminan Allah bahwa mereka hidup berdua beserta
keturunannya akan di cukupkan oleh Allah .
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ
وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ
يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang
yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha
luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ
فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dengan perkawinan antara wanita dan
laki-laki yang menjadi jodohnya akan menimbulkan rasa saling mencintai dan
kasih sayang, dan ini merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
b.
Hadist Nabi
عن
عبد الله بن مسعود ض. قال : قال رسول الله ص. : يامعشر الشباب من استطاع منكم
الباءة فليتزوج. فإنه اغصن للبصر واحصن للفرج. ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له
وجاء.
Artinya: “dari Abdullah bin mas’ud
r.a. ia berkata : rasulullah saw pernah bersabda kepada kami: “hai para pemuda,
barang siapa di antara kamu telah sanggup untuk kawin maka hendaklah ia kawin.
Maka kawin itu menghalangi pandangan (kepada yang di larang oleh agama ) dan
lebih menjaga kemaluan, dan barang siapa tidak sanggup, hendaklah ia berpuasa,
karena sesungguhnya puasa itu merupakan perisai baginya.”
Dari dalil tersebut jelas bahwa
pernikahan adalah syari’at islam dan termasuk sunnah nabi yang harus ditiru dan
dilaksanakan apabila telah mampu dan memenuhi persyaratan dan rukunnya.
3. Aturan
Hukum Pernikahan
a. Pernikahan
Yang Wajib Hukumnya
Menikah
itu wajib hukumnya bagi seseorang yang sudah mampu finansial dan juga sangat
beresiko jatuh kedalam perzinahan. Hal itu disebabkan menjaga diri dari zina
adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara mwnikah, tentu
saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh kedalam jurang zina wajib
hukumnya.
Imam
Al-Qurtubi berkata bahawa “para ‘ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya
seseorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampudan takut tertimpa
resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah swt.pasti akan
membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.:
“Sabda Nabi Muhammad SAW. :
“Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang
cukup biaya maka hendaklah menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu menghalangi
pandangan (terhadap yang dilarang oleh agama.) dan memelihara kehormatan. Dan
barang siapa yang tidak sanggup, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu
adalah perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).
b. Pernikahan Yang Sunah Hukumnya
Menikah itu sunah hukumya bagi
mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali
karena memang usianya yang masih muda ataupun lingkungannya yang cukup baik dan
kondusif.
Orang yang punya kondisi seperti ini
hanyalah disunahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada
jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh kedalam zina yang
diharamkan Allah swt.
Bila dia menikah, tentu dia akan
mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dia diam tidak menikahi wanita.
Setidaknya dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah saw. untuk memperbanyak
jumlah kuantitas umat islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah
saw. bersabda :”Menikahlah, karenaaku
berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi
seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi)
c. Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Secara normal ada dua hal utama yang
membuat seseorang menjadi haram untuk menikah: (1) tidak mampu memberi nafkah,
(2) tidak mampu melakukan hubungan seksual., kecuali bila dia telah
berterusterang sebelumya dan calon istrinya mengetahui dan menerima keadaanya.
Selain itu juga masih ada penyebab
haram menikah yaitu:
1. Dia ada cacat fisik lainnya yang
secara umumtidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan
dibolehkan menikah, maka haruslah sejak awal dia berterus terang atas
kondisinya dan siap menerima resikonya.
2. Wanita muslimah yang menikah dengan
laki-laki yang berlainan agama atau atheis.
3. Menikahi wanita pezina dan pelacur.
4. Menikahi mahramnya.
5. Menikahi wanita yang punya suami.
6. Wanita yang berada dalam masa iddah.
7. Pernikahannya tidak memenuhi syarat
dan rukun munakahat.
8. Menikah kontark.
d. Pernikahan Yang Makruh Hukumnya
Menikah itu makruh hukumnya bila
seseorang tersebut tidak mempunyai penghasilan sama sekali dan tidak sempurna
keampuan untuk berhubungan seksual. Namun bila istrinya rela dan mempunyai harta
yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk
menikah meski dengan karahiyah.
Sebab idealnya bukan wanita yang
menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak
suami. Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak
wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada kataatan dan
ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi lebih besar.
Seabagaimana firaman Allah dalam QS. An-Nur [24]:33 yang artinya: “Hendaklah
menahan diri orang – orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga
Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.”
e. Pernikahan Yang Mubah Hukumnya
(boleh)
Menikah itu mubah hukumnya bagi
seseorang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong
keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah. Tidak
dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran
untuk mengakhirinya.([6])
4. Rukun Pernikahan([7])
Rukun nikah ada lima macam, yaitu :
a. Calon
suami
Calon suami harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar – benar pria
3) Tidak dipaksa
4) Bukan mahram calon istri
5) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
6) Usia sekurang – kurangnya 19 Tahun
b. Calon
istri
Calon istri harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar – benar perempuan
3) Tidak dipaksa,
4) Halal bagi calon suami
5) Bukan mahram calon suami
6) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7) Usia sekurang – kurangnya 16 Tahun
c. Wali
Wali harus memenuhi syarat – syarat sebagi berikut :
1) Beragama Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mempunyai hak untuk menjadi wali
7) Laki – laki
d. Dua
orang saksi
Dua orang saksi harus memenuhi syarat – syarat sebagai
berikut :
1) Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau
umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mengerti maksud akad nikah
7) Laki – laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi
SAW.:
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang
saksi yangadil.” (Riwayat Ahmad.)
f.
Ijab dan Qabul
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua
pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah
penyerahan dari pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ulama
sepakat menempatkan ijab dan qabul sebagai rukun perkawinan. Untuk sahnya suatu
akad perkawinan disyaratkan beberapa
syarat. Di antara syarat yang telah disepakati oleh ulama adalah sebagai
berikut:
1) Akad harus dimulai dengan ijab dan
dilanjutkan dengan qabul.
2)
Materi dari ijab dan qabul tidak
boleh berbeda, seperti nama si perempuan secara lengkap dan bentuk mahar yang
disebutkan
3)
Ijab dan qabul harus diucapkan
secara bersambungan tanpa terputus walaupun sesaat.
4) Ijab dan qabul tidak boleh
menggunakan ungkapan yang bersifat membatasi masa berlangsungnya perkawinan,
karena perkawinan ditujukan untuk selama hidup.
5)
Ijab dan qabul harus menggunakan
lafaz yang jelas dan terus terang. Tidak boleh menggunakan ucapan sindiran,
karena untuk penggunaan lafaz sindiran itu diperlukan niat, sedangkan saksi
yang hadir dalam perkawinan itu tidak akan dapat mengetahui apa yang diniatkan
oleh seseorang.
5.
Persiapan
Menuju Pernikahan
a.
Memilih
Calon Pasangan Hidup
Untuk menciptakan keluarga sakinah,
mawaddah, warahmah, sangat diperlukan latar belakang dalam memilih calon
ppasangan hidup. Apakah mendapatkannya dengan tergesah-gesah atau penuh dengan
pertimbangan-pertimbangan, yang sangat diutamakan adalah pertimbangan “agama”.
Jika pertimbangan tersebut yang menjadi acuan maka kapal bahtera rumah tangga
tersebut akan berlayar dan berlabuh dengan selamat.
1)
Memilih
Calon Istri
*) Agamanya =>Maksudnya, wanita yang hendak dijadikan istri
diutamakan mempunyai kemampuan agama yang memadai baik dalam pemahaman maupun
prilakunya. Sebgaimana sabda Rasulullah saw.bahwa “wanita dinikahi karna empat perkara yaitu hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan agamanya, jika tidak maka binasalah engka (HR. Bukhari dan Muslim). Sedangkan dunia
ini adalah perhiasan dan hampir semua manusia mwnginginkannya, namun
sebaik-baiknya perhiasan adalah istri yang shalihah.([8])
*) Atas dasar keturunannya =>Pepatah jawa mengatakan bahwa
dalam menikahinnatau dinikahi karna pertimbangan bibit, bebet, dan bobot. Bibit
artinya profil dari individu yang bersangkutan sehingga dianggap memenuhi
syarat untuk dinikahi. Sedangkan bebet artinya mempunyai makna bahwa secara
gneratif mempunyai penyakit yang bersifat turunan atau tidak, sehingga akan
berpengaruh pada keturunan berikutnya. Adapun bobot adalah berkaitan dengan
materi yang dimiliki.
*) Bukan wanita dari keluarga dekat =>Banyak penelitian
menunjukkan bahwa pernikahan yang dilakukan dalam lingkungan keluarga dekat
banyak mengakibatkan kelemahan-kelemahan pada keturunannya. Kelemahan dapat
berupa cacat pada bagian fisik tertentu. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Janganlah engkau menikahi keluarga dekat,
karena akan lahir dalam keadaan lemah fisik dan mental.”
*) Wanita yang masih perawan =>Sebagaimana sabda
Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Maja dan Baihaki (dalam Al-Barik,
1424 H), bahwa “Hendaklah kamu nikah
dengan perawan, karena mereka lebih manis tutur katanya, lebih banyak
keturunannya, lebih sedikit makarnya, dan lebih banyak menerima terhadap yang
sedikit.”
*) Mengutamakan wanita subur =>Sebagaimana tujuan
pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan. Bahkan dari keturunan pula
diharapkan adanya anak-anak yang shaleh untuk dapat mendoakan orang tuanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Jika
anak adam meninggal dunia maka yang dibawa tiga perkara yaitu shadaqah jariah,
ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shaleh.”
2) Memilih Calon Suami
*) Memiliki agama dan ahlak yang
kuat =>Suami mampu melakukan pembimbingan terhadap keluarganya dalam
menjalankan ibadah kepada Allag dan juga dalam ppergaulan dengan tetanggganya.
*) Bukan dari golongan pembuat dosa
atau fasiq =>Calon suami yang fasiq akan sulit untuk membimbing anggota
keluarganya menuju ridha Allah. Terhadap lelaki yg seperti ini Rasulullah
menyatakan bahwa “jika menikahkan saudara
perempuannya dengannya, dianggap
memutuskan tali persaudaraan.”
b.
Walimah
(Resepsi Pernikahan)
Secara etimologi walimah berasal
dari bahasa Arab yang artinya “berkumpul”.
Sedangkan secara terminologi walimah artinya makanan pesta pernikahan atau
setiap makanan untuk undangan dan sebagainya. Walimah dalam Islam termasuk
perbuatan yang mustahab (dianjurkan). Karena selain melakukannya Rasulullah
juga menganjurkannya. Imam Anas R.A pernah menyebutkan bahwa pada suatu hari,
Rasulullah melihat tanda-tanda pengantin pada diri Abdurrahman bin ‘Auf, lalu
beliau bertanya “apa ini?” Jawab Abdurrahman :”Saya baru saja menikahi seorang
wanita dengan mahar emas sebesar biji kurma” mendengar itu Beliau bersabda: “Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah
walimah walau hanya seekor kambing” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari
hadits diatas cukup jelas bahwa walimah merupakan anjuran untuk
mnyelenggarakan walimah atau pesta pernikahan. Penyelenggaraan walimah dari
suatu daerah lain sangat berbeda, namun intinya adalah sama, yaitu sebagai cara
pemberitahuan adanya pernikahan dan silaturahmi serta mohon do’a restu.
Adapun waktu pelaksanaan walimah ini
biasa pada saat akad pernikahan atau sesudahnya, jadi waktunya panjang
(leluasa). Meski walimah itu dianjurkan tpi pelaksanaannya tidak harus
besar-besaran, tapi disesuaikan dengan situasi, dan kewajaran, serta kondisi
masyarakat sekitar. Karena dalam walimah itu yang dicari bukan popularitas tapi
hendaklah hanya berharap ridha Allah
swt. atas terlaksananya sunah Rasulullah saw. yaitu nikah.
6.
Hikmah
Pernikahan
a.
Pernikahan
secara normatif menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan yang semula di
haramkan menjadi halal.
b.
Pernikahan
sebagai identitas diri menjadi pembeda antara pelaku binatang dan manusia. Manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya senantiasa berpegang pada norma yang dianut dan dilakukan dalam upaya
beribadah kepada pencita-Nya bukan
sekedar untuk memenuhi dorongan tertentu semata, adapun binatang berperilaku
termasuk kawin dalam upaya memenuhi insting untuk hidup dengan mengabaikan
norma karena yang digunakan adalah hukum rimba. Artinya yang kuatlah yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya serta tidak mempunyai rasa malu.
c.
Pernikahan
menjadi cara untuk kelanggengan golongan manusia karena adanya keturunan dan
populasi yang selalu berkelanjutan.
d.
Pernikahan
dapat menjadi penerang jiwa, karena dalam pernikahan suami istri dapat
mengekspresikan perasaan tanpa ada rasa khawatir terhadap sikap orang lain.
Masing-masing bisa memperoleh perlindungan.
e.
Memperoleh
keturunan yang sah untuk menyambung
pahala dan amal. Keturunan yang sah karena dibenarkan dalam agama dan
masyarakat. Pada anak yang terlahir sah dan kemudian menjadi anak yang shaleh,
orang tua bisa berharap mendapatkan pahala secara berkelanjutan.
f.
Bekerja
sama. Pernikahan memungkinkan untuk melakukan kerja sama yang ikhlas untuk
mencapai tujuan bersama, sehingga beban berat terasa menjadi lebih ringan
karena ditanggung bersama antara suami istri.
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
a.
Munakahat(nikah) artinya
akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada
hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara
kedua insan.
b.
Hukum pernikahan ada 5, yaitu:
-
Wajib/harus (jika dilakukan
mendapat pahala, dan jika ditinggalkan mendapat dosa)
-
Sunah/boleh iya, boleh tidak
(jika dilakukan mendapat pahala, dan jika di tinggalkan tidak berdosa)
-
Haram/dilarang
(jika dilakukan mendapat dosa, dan jika ditinggalkan mendapat pahala)
-
Makruh
-
Mubah/boleh
c.
Rukun
nikah itu ada 5, yaitu:
-
Calon
suami,
-
Calon
istri,
-
Wali,
-
Dua
orang saksi,
-
Ijab
dan Qabul.
d.
Yang
perlu dipersiapkan untuk menikah adalah:
-
Memilih
calon istri,
-
Memilih
calon suami, dan
-
Persiapan
untuk melaksanakan walimah (resepsi pernikahan)
e.
Hikmah
menikah adalah:
-
Menghalalkan
hubungan laki-laki dan perempuan,
-
Menjadi
pembeda antara pelaku binatang dan
manusia,
-
Menjadi
cara untuk kelanggengan golongan manusia,
-
Dapat
menjadi penerang jiwa,
-
Memperoleh
keturunan yang sah untuk menyambung
pahala dan amal, dan
-
Dapat
bekerja sama.
2.
Kritik
Penulis mengharapkan kritikan yang
positif kepada para pembaca terhadap makalah tentang “Munakahat” ini, yang saya
buat dengan penuh keterbatasan. Maklah ini peitik untuk penulis buat
berdasarkan sedikit sumber yang penulis dapat, sehingga makalah ini masih
banyak kekurangan yang mungkin bisa di kritik sebagai motivasi untuk pembuatan
makalah yang lebih bagus dan berbobot, atas kritikannya penulis ucapakan
terimakasih.
3.
Saran
Makalah tentang “Munakahat” telah
selesai di tuliis, karenanya penulis sangat berharap saran yang dapat membangun
makalah yang lebih bagus lagi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada para
pembaca yang telah memberikan saran kepada penulis.
[1][1] Tim Penyusun Para Tokoh Kuansing,
Materi Pengajian AQIDAH, FIQH, TAREKH
ISLAM DAN AKHLAQ, danKELUARGA SAKINAH, Teluk Kuantan, 2011 hal 472
Tidak ada komentar:
Posting Komentar